Seputar Prosedur Cuci Darah yang Perlu Diketahui

Cuci darah atau dialisis merupakan prosedur yang bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal akibat rusaknya organ tersebut. Prosedur ini dapat dilakukan ketika fungsi ginjal sudah hilang sebanyak 80-90% yang biasanya dialami oleh penderita gagal ginjal, baik gagal ginjal akut ataupun gagal ginjal kronis. 

Cuci darah dapat memberikan kesempatan bagi penderita gagal ginjal untuk menjalani aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup. Prosedur ini pun juga dilakukan agar penderita terhindar dari beragam komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.

Dalam proses cuci darah ada dua metode yang dapat dipilih, yaitu hemodialisis atau dialisis peritoneal. Keduanya memiliki cara kerja untuk cuci darah yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasannya:

Cuci darah dengan hemodialisis

Hemodialisis merupakan prosedur membersihkan darah dari limbah-limbah hasil metabolisme tubuh dengan alat yang disebut dialyzer. Prosedur ini paling banyak dikenal dan hanya bisa dilakukan di rumah sakit atau klinik cuci darah.

Sebelum melakukan cuci darah, pasien akan menjalani prosedur untuk membuat akses ke pembuluh darah. Terdapat tiga jenis akses pembuluh darah, yaitu fistula arteri-vena (saluran buatan yang menghubungkan arteri dan vena), cangkok arteri-vena (menyambungkan arteri dan vena dengan menambahkan selang sintetis), atau penggunaan kateter.

Hemodialisis dapat dilakukan dengan cara berikut:

  • Pasien diminta berbaring atau duduk selama proses cuci darah.
  • Kondisi fisik pasien akan diperiksa, termasuk suhu tubuh, tekanan darah, dan berat badan. Akses pembuluh darah juga akan dibersihkan terlebih dahulu.
  • Petugas medis akan memasukkan jarum ke pembuluh darah untuk menghubungkan aliran darah dari tubuh pasien ke mesin dialyzer.
  • Darah kotor yang disaring oleh mesin akan memisahkan zat-zat sisa metabolisme dan darah yang bersih dialirkan kembali ke dalam tubuh.

Cuci darah dengan hemodialisis biasanya memakan waktu selama 3-5 jam dan dilakukan 3 kali dalam seminggu. Setelah menjalani prosedur ini, pasien mungkin akan merasa mual, pusing, nyeri dada, nyeri punggung, kulit gatal, kram otot, pingsan, atau tekanan darah rendah.

Cuci darah dengan dialisis peritoneal

Dialisis peritoneal atau CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) merupakan prosedur cuci darah yang menggunakan peritoneum atau selaput dalam rongga perut sebagai penyaring. Prosedur ini dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri di rumah.

Sama seperti prosedur hemodialisis, sebelum menjalani cuci darah dengan dialisis peritoneal pasien akan menjalani pemasangan kateter di dalam rongga perut secara permanen. Fungsi kateter ini adalah untuk memasukkan cairan dialisis, yaitu cairan dengan komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.

Berikut ini cara melakukan cuci darah dengan dialisis peritoneal:

  • Pasien perlu menghubungkan kateter dengan kantong berisi cairan dialisis dan meletakkannya lebih tinggi dari bahu
  • Cairan dialisis akan masuk seluruhnya ke dalam rongga perut, kemudian tutup kateternya.
  • Pasien dapat beraktivitas seperti biasa sampai 4-6 jam.
  • Setelah itu, cairan dialisis yang mengandung zat sisa metabolisme dikeluarkan dari rongga perut.
  • Cairan tersebut dapat dibuang ke toilet. 

Prosedur ini bisa dilakukan 4 kali atau lebih tergantung kondisi pasien, dengan satu kali pengisian cairan sebelum tidur. 

Selain tidak perlu bolak-balik ke rumah sakit, cuci darah dengan dialisis peritoneal juga lebih mudah dibawa dan dapat mempertahankan fungsi ginjal lebih lama dibandingkan penggunaan hemodialisis. Namun, prosedur ini juga tak luput dari kekurangan. Pasien berisiko mengalami peritonitis, yaitu infeksi akibat masuknya kuman lewat kateter.

Nah, itulah informasi seputar prosedur cuci darah. Apabila Anda memiliki pertanyaan terkait prosedur ini, sebaiknya konsultasikan langsung dengan dokter. 

Referensi:

Reservation Form

Send us a message via Whatsapp or fill the reservation form below. Our team will respond to you during business hours.