Mitos dan Fakta Seputar Transplantasi Hati

Transplantasi hati adalah prosedur yang bertujuan untuk mengganti organ hati yang rusak dengan organ hati yang sehat. Donor organ hati bisa diperoleh dari pendonor hidup maupun yang sudah meninggal. Metode ini biasanya menjadi pilihan pengobatan terakhir kalau cara lain sudah tidak lagi efektif dalam mengatasi hati yang rusak.

Namun, mungkin masih banyak orang yang salah kaprah karena termakan mitos-mitos tentang prosedur ini. Alhasil, banyak yang mengurungkan niat untuk menjalani transplantasi hati atau enggan menjadi pendonor. Padahal, tidak semua mitos yang beredar itu terbukti kebenarannya lho.

Supaya nggak salah paham lagi, berikut ini beberapa mitos seputar transplantasi dan fakta di baliknya:

  1. Mitos: keselamatan pendonor organ hati dinomorduakan
    Katanya, prioritas utama dalam prosedur transplantasi hati adalah pasien, bukan pendonor. Jadi keselamatan orang yang mendaftarkan diri sebagai pendonor akan dinomorduakan.Faktanya?
    Transplantasi hati memang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan peluang hidup pasien. Namun, bukan itu artinya keselamatan pendonor diabaikan. Tujuan utama tenaga medis adalah menyelamatkan nyawa siapapun, baik yang sedang sakit maupun pendonor yang sehat.
  1. Mitos: transplantasi hati bukan pilihan pengobatan yang punya tingkat keberhasilan yang tinggi
    Banyak yang bilang, “Gak perlu transplantasi hati soalnya banyak yang gagal!Faktanya?
    Transplantasi hati punya tingkat keberhasilan prosedur yang cukup tinggi, khususnya bila dilakukan di India bisa mencapai 95%. Penelitian lain menunjukkan, pasien transplantasi hati punya peluang hidup sekitar 89% untuk satu tahun dan 75% untuk hidup selama lima tahun.Keberhasilan prosedur dan peluang hidup juga tentunya tergantung pada perawatan dan pola hidup yang dilakukan pasien setelah mendapatkan organ baru.
  1. Mitos: orang yang non-heteroseksual tidak bisa menjadi pendonor organ hati
    Katanya, pendonor organ hati hanya boleh dilakukan oleh orang dengan orientasi seksual heteroseksual saja. Jadi, mereka yang homoseksual, biseksual, atau orientasi seksual lainnya tidak boleh mendonorkan organnya.Faktanya?Tidak ada aturan yang melarang orang non-heteroseksual untuk mendonorkan organ hatinya. Siapapun bisa menjadi pendonor hidup asalkan memenuhi syarat berikut ini:
  • Berusia 18-60 tahun
  • Memiliki indeks massa tubuh (BMI) yang kurang dari 35
  • Memiliki golongan darah yang cocok dengan penerima
  • Tidak konsumsi narkoba
  • Bebas dari penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, dan hepatitis
  1. Mitos: tidak bisa donor organ hati setelah meninggal karena beberapa faktor
    Bila berniat ingin mendonorkan organ setelah meninggal, katanya bisa gagal karena faktor usia, penyakit, atau cacat fisik.Faktanya?Sebenarnya, donor organ hati yang didapatkan dari pendonor meninggal tentunya akan dievaluasi terlebih dahulu. Apakah hatinya masih dalam keadaan baik atau sebaliknya. Hal ini juga berlaku untuk donor organ tubuh lainnya.

Setelah mengetahui fakta-fakta di atas, kini Anda jangan salah menilai lagi tentang transplantasi hati, ya. Belum tentu kabar burung yang Anda dapatkan itu benar adanya, apalagi bila sumbernya tidak jelas.

Untuk mencari kebenaran sebuah informasi, khususnya tentang transplantasi hati, Anda bisa ikuti program konsultasi online gratis dengan dokter yang ahli dibidangnya yang diselenggarakan oleh LYFLINE. 

Selain itu, LYFLINE juga bisa menjadi teman perjalanan medis apabila Anda berencana untuk melakukan pengobatan di rumah sakit domestik maupun luar negeri, seperti India, Turki, Malaysia, Singapur, dan beberapa negara lainnya. Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa hubungi Whatsapp.

Referensi:

Reservation Form

Send us a message via Whatsapp or fill the reservation form below. Our team will respond to you during business hours.